Seseorang menanyai.
"Ada kah orang yang tidak mau ke surga?" Yang ditanyai keheranan.
"Ada!" Jawab menanyai.
"Siapa?" Yang ditanya pula bertanya.
"Siapa yang mentaati Nabi, masuk ke surga. Siapa yang mendurhakai beliau, itulah orang yang tidak sudi. Tidak kepingin mendamba surga " balas sang sahabat.
Biar pun hadits yang satu ini bukan berhubungan Ramadan, namun ada benar untuk ditanya pada beberapa hari Ramadan ini:
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia meriwayatkan dari Nabi sallallaahu' alayhi wa sallam bahwa sesungguhnya beliau telah bersabda: Setiap umatku masuk ke surga kecuali yang menolaknya. Lalu beliau ditanya: Wahai Rasulullah, siapakah yang menolak (peluang masuk ke surga) itu?
Beliau menjawab: Barang siapa yang mentaatiku, ia masuk surga, siapa yang mengingkariku maka dia itulah yang menolak
[HR Al-Bukhari]
Menerbitkan WARNA SEBENAR
Sungguh.
Bila Ramadan datang dengan penawaran peluang, ruang dan ganjaran, pada 1001 kebaikan yang ada padanya, ia beri dua hal.
Tawaran itu menyoroti sifat Maha Pemurah lagi Pengasihnya Allah Subhanahu wa Ta'aala. Betapa Allah dan Rasul sangat menginginkan para manusia mendapat kebaikan. Lahirnya bersih, aman dan sejahtera, pulang nanti juga dalam keadaan yang bersih. Tidak seperti air sungai yang semakin lama dan jauh mengalir semakin banyak sampah dan kotoran yang dibawa, kekotoran itu bisa jernih kembali dengan saringan-saringan yang disediakan, termasuk kedatangan Ramadan dan Lailatulqadr.
Namun apakan daya.
Allah membuka penawaran, manusia lah yang menentukan apakah keadaan dirinya.
Apakah terjadi adrenaline rush dengan tawaran itu? Hasrat terhadap surga, sebagai pemberian Allah tanda ridha dan restu-Nya ke atas diri kita sebagai hamba?
Penawaran pada 10 malam terakhir Ramadan menyoroti warna asli diri kita.
Baik kita warga Akhirat yang teruja dengan kehidupan Akhirat, atau kita sudah tenggelam dengan kesenangan transit hingga mengabaikan perjalanan yang berikutnya. Terpesona dengan surga dunia yang sangat sementara sifatnya ini.
ANTARA MATA DAN HATI
Bila melihat alam yang indah ini
Tidak terasa kebesaran Allah
Bila mendapat musibah lupa dirinya hamba
Nikmat yang datang tiada rasa darinya
Sepatutnya rasa malu kepada-Nya
Karena penghargaan kepada kita
Membuat dosa rasa kekesalannya
Buta hati lebih berbahaya
Buta mata tidak nampak dunia
Buta hati tidak nampak kebenaran
Buta hati ditipu nafsu dan setan
Bahkan dilupakan saja
Semua orang rasa bangga dengan dosa
Bila menyebut neraka
Tidak terasa akan gerunnya
Bila menyebut surga
Tidak terasa akan nikmatnya
Itu menunjukkan
Jiwa kita mati atau buta
Inilah penentunya.
Baik mau menghias malam yang hanya sepuluh itu dengan amalan khusus pada menghidupkan Ramadan, atau menghias jendela dengan tirai hingga lupa kepada ajakan Allah dan Rasul untuknya ke surga.
AIDILFITRI yang berlebihan
Beruntunglah orang yang membuat persiapan awal untuk Aidilfitrinya.
Baik baju baru untuk anak-anak, kue raya, atau apa-apa kebutuhan berhubungan, sudah diselesaikan sebelum tibanya 10 malam yang terakhir ini. Dirinya sudah merencanakan dengan baik, agar fokus ibadah tidak terganggu oleh hal-hal ini.
Namun, jika Aidilfitri dihayati sebagai yang sepatutnya, dan tidak sebagai sebuah pesta tahunan yang memerlukan berbagai persiapan serta perlengkapan yang menelan waktu, uang dan tenaga, terselamatlah 10 malam terakhir Ramadan dari hilang keutamaan.
Bulan masih Ramadan.
Jangan Syawalkan ia.
Lailatulqadr untuk semua.
Untuk setiap yang memburunya.
Sebagaimana setiap umat Muhammad berpeluang ke surga.
Kecuali bagi mereka yang menolaknya.
Sudikah Anda menerima?
Senin, 06 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar