Kamis, 19 Agustus 2010

Tujuan pelaksanaan ibadah puasa tidak hanya terbatas pada aspek ketaqwaan saja akan tetapi...

Tujuan pelaksanaan ibadah puasa tidak hanya terbatas pada aspek ketaqwaan saja akan tetapi aspek-aspek lain seperti syukur, ilmu, cerdas dan lain-lain termasuk ke dalam tujuan ibadah puasa. Dalam tataran ini yang difokuskan adalah aspek taqwa tanpa bermaksud untuk mengecilkan aspek-aspek yang lain guna menyahuti opini publik yang sudah terpahamkan melalui informasi-informasi yang ada selama ini.

Al-Qur'an mengajak orang-orang yang beriman untuk mengerjakan ibadah puasa dengan tujuan agar mereka dapat naik menuju jenjang taqwa. Ajakan ini tidak lagi bersifat himbauan tapi sudah berbentuk kewajiban karena tujuan yang ingin dicapai sudah merupakan kepastian. Artinya, jika orang-orang mukmin mengerjakan puasa dengan baik dan benar maka pastilah mereka akan mendapatkan sifat taqwa. Ajakan untuk melaksanakan ibadah puasa pada dasarnya menunjukkan adanya potensi yang sangat luar biasa dalam ibadah ini. Oleh karena itu, Allah hanya mengajak orang-orang yang beriman saja untuk melaksanakannya. Ajakan khusus ini menunjukkan bahwa hanya orang-orang mukmin sajalah yang dapat menyahuti potensi besar yang terkandung di dalamnya. Potensi yang besar ini dapat juga dipahami ketika Al-Qur'an menyebutkan secara jelas tujuan yang ingin dicapai dari ibadah puasa yaitu taqwa. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menggapai tujuan yang mulia ini maka diperlukan syarat yaitu keimanan. Untuk meleburkan antara syarat dan tujuan ini maka Al-Qur'an menunjuk ibadah puasa sebagai sarananya.

Puasa berfungsi sebagai mediator untuk menjembatani manusia dari iman menuju taqwa. Dengan demikian, maka taqwa itu sendiri adalah implementasi dari kesempurnaan iman dan karenanya ibadah puasa tidak dapat dilepaskan dari iman dan taqwa. Keterlibatan puasa dalam hal iman dan taqwa karena puasa dapat mengekang dominasi nafsu sehingga jalan menuju taqwa menjadi lancar. Sebagai mediator, maka puasa memiliki peran yang singnifikan untuk mengkristalkan iman dan taqwa dalam diri seseorang. Peran ini sangat didukung oleh pernyataan Al-Qur'an yang hanya mengajak orang yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa. Oleh karena itu kuat dugaan bahwa tanpa adanya upaya untuk melaksanakan ibadah puasa ini maka antara iman dan taqwa tidak akan terakumulasi dengan baik dan bahkan berjalan sendiri-sendiri.

Pada prinsipnya, iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah tujuan. Kedudukan iman sebagai syarat menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa hanya dapat disahuti melalui wadah keimanan ini. Mengingat bahwa nilai-nilai iman berfluktuasi maka sudah pasti nilai-nilai puasa juga demikian. Oleh karena itu, melalui wadah iman ini pulalah maka tujuan dari puasa yaitu menuju jenjang taqwa sangat mudah direalisasikan. Iman dan taqwa merupakan dua sisi mata uang yang sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-duanya saling membutuhkan. Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah terwujud bila tidak diawali dengan keimanan dan keimanan itu sendiri tidak akan memiliki nilai apa-apa bila tidak sampai ke derjat ketaqwaan.

Perpaduan antara iman dan taqwa ini adalah kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, Al-Qur'an dengan tegas menyebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling taqwa. Prediket kemuliaan ini sangat ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang maka semakin mulia pula kedudukannya pada pandangan Allah. Perpaduan antara iman dan taqwa ini tidak akan terjadi secara otomatis karena iman memiliki persyaratan untuk menuju nilai kesempurnaannya. Persyaratan ini dapat dilihat melalui aturan-aturan yang diberlakukan kepada iman yaitu memadukan keyakinan dengan perbuatan. Tanpa melakukan perpaduan ini maka iman akan selalu bersifat statis karena berada pada tataran ikrar tidak pada tataran aplikasi. Oleh karena itu, maka kata 'iman' selalu digandeng dalam Al-Qur'an dengan amal shaleh (amanu wa 'amilu alshalihat) supaya keberadaan iman terkesan lebih energik.

Penggandengan kata 'iman' dengan perbuatan baik ini menunjukkan adanya upaya-upaya khusus yang harus dilakukan untuk menjaga keeksisan iman itu sendiri. Perlunya upaya khusus ini karena posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level iman. Untuk menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman diperintahkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menuju kestabilan. Adapun yang dimaksud dengan taqwa ialah kemampuan diri menjaga perpaduan ini secara kontiniu sesuai makna dasar dari kata taqwa itu sendiri yaitu 'menjaga'. Dengan demikian, maka sifat taqwa merupakan benteng untuk menjaga aturan-aturan Allah supaya posisi iman tidak lagi berada dalam kelabilan. Kunci sukses yang ditawarkan Al-Qur'an untuk menghindari kelabilan ini ialah dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik.

Dalam Al-Qur'an dijumpai beberapa perintah kepada orang-orang yang beriman agar bertaqwa kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah 278, Ali 'Imran 102, al-Maidah 35, al-Taubah 119, al-Ahzab 70, al-Hadid 28 dan al-Hasyr 18. Perintah-perintah ini mengindikasikan bahwa iman belum mencapai kesempurnaannya tanpa mendapatkan nilai taqwa. Berdasarkan hal ini maka orang-orang yang beriman harus cerdas mencari mediator yang cocok untuk dijadikan jembatan menuju taqwa. Al-Qur'an telah memberikan bimbingan kepada orang-orang Mukmin bahwa mediator yang paling efektif untuk memfasilitasi hubungan iman dengan taqwa adalah ibadah puasa. Ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah ini menekankan agar kehadiran puasa jangan dijadikan sebagai beban tapi harus dijadikan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain, pelaksanaan ibadah puasa adalah sebagai media untuk menggiring seorang mukmin menuju tingkat muttaqin.

Efektifnya ibadah puasa sebagai mediator untuk membawa iman menuju taqwa dapat dilihat dalam Al-Qur'an. Ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan puasa dua kali menutup pernyataannya dengan kata 'taqwa' yaitu Q.S. al-Baqarah ayat 183 dan Q.S. al-Baqarah ayat 187. Ayat 183 menegaskan kaitan taqwa dengan kewajiban melaksanakan puasa, sedangkan ayat 187 menjelaskan tentang mekanisme waktu pelaksanaan ibadah puasa. Peran yang dimainkan oleh puasa adalah sebagai mediator yang dapat mengakses kepada dua arah, yaitu akses kepada iman untuk kesempurnaan dan akses kepada taqwa untuk kemantapan dan kemuliaan. Melalui akses ini terjadilah perpaduan antara iman dengan taqwa sehingga keduanya saling mendukung dan saling membutuhkan. Dengan demikian, maka ibadah puasa menggiring pelakunya dari iman menuju taqwa.

Tidak ada komentar: